Yang Terungkap Di Surat Dari Jepang

Setiap bulan saya mendapat kiriman majalah intisari sebagai bacaan dikala waktu santai, kali ini majalah yang saya baca ada ulasan yang menarik tentang gempa di Negara jepang, ulasan itu diberi judul Surat dari Jepang sama seperti judul postingan hari ini. Saya menulis lagi di postingan ini dari yang telah saya baca di majalah itu untuk supaya bisa dibaca oleh teman-teman, saudara maupun orang lain yang tak berlangganan majalah Intisari.

Surat itu ditulis Oleh Seorang perempuan Jepang bernama Yoko Bessho dari Osaka Jepang, yang tinggal di luar kawasan gempa dan tsunami yang menyerang Jepang 11 Maret 2011 lalu., mudah-mudahan yang menulis surat itu bisa membaca lagi lewat blog saya ini. 

Inilah isi surat tersebut:


Senin, 14 maret 2011

Meskipun wilayah tempat tinggal kami, Osaka, tak sampai rusak, mata kami terus memelototi siaran TV yang menayangkan fakta- fakta mengerikan dari Jepang Timur laut. Tadinya kami mengira sudah dapat membayangkan perasaan yang dialami para korban, karena pengalaman kami sendiri dengan gempa bumi Kobe tahun 1995 (biasa disebut Gempa Hanshin Besar, terjadi januari 1995).Tapi Gempayang ditemani Tsunami sungguh jauh lebih mengerikan.

Selama tiga hari ini stasiun TV hanya menayangkan berita-berita berkaitan gempa dan tsunami. Semua program lain termasuk acara-acara hiburan yang konyol-konyolan dihentikan dulu penyiaraannya. Sama halnya dengan Koran . Tapi mulai hari ini Koran sore mulai menurunkan berita_berita lain termasuk berita dunia. Kami baru tahu kalo banyak Negara mengirimkan Bantuannya kepada kami, Tsunami jepang ternyata telah sampai juga dampaknya ke beberapa pantai Negara-negara lain didunia termasuk Indonesia, yang telah kehilangan satu nyawa karenanya. (Jumat 11 maret 2011, gelombang tsunami menghantam perairan utara Papua, menewaskan seorang warga Holtekamp, darwanto Odang, di Distrik Muara tami, Holtekamp 75 km jauhnya dari jayapura).

Kami jadi tersadarkan betapa kita ini semua penghuni planet yang sama. Hari ini untuk pertama kalinya saya mendengar istilah baru: pemadaman listrik terjadwal. Demi penghematan, perusahaan-perusahaan pembangkit tenaga listrik menggilir pemadaman listrik. Akibatnya , terjadi kekacuan lalu lintas, baik di jalur kereta api maupun jalan raya. Belum lagi situasi serba tak nyaman di rumah-rumah.

Betapa pun, orang jepang itu penyabar dan disiplin. Ini sebenarnya cukup megagumkan dan mungkin pantas menjadi kebanggaan kami. Kami siap mengantre selama dua jam atau lebih untuk mendapatkan makanan dan minuman di pos pos perbekalan. Kami teka keberatan pulang pergi naik kereta api dan bus, yang jumlahnya makin menipis, kesekolah atau ketempat kerja.

Segala macam kampanye pengumpul dana kemanusiaan telah dicanangkan. Hanya lewat itulah kami kini dapat turut ambil peran. Ada rasa sesal saya masih tetap dapat menjalani kehidupan tenang seperti biasa sementara (di TV) saya melihat betapa banyak orang yang sedang menderita.

Selasa 15 maret 2011
Apa yang membuata media di jepang dapat menahan diri dalam pemberitaan dana penayangan (tidak tampak mayat bergelimpangan yang mengerikan, tidak tampak ada upaya “ menjual” derita ini menjadi drama yang menyedihkan dan mengerikan) control diri media disini dan lembaga-lembaga lain mungkin berasal dari kekhasan bangsa kami, yang disebut Japanese groupism. Ornag jepang cenderung tak mau tampil beda. Saya rasa secara implisit ada kesepakatan di antara kamu untuk (selalu) masuk dalam barisan.

Hari ini banyak stasiun TV sudah kembali ke program-program biasa. Tapi berita yang disiarka hanya seputar fakta-fakta tentang korban gempa, pusat-pusat pengungsian (biasanya aula olahraga atau sekolah-sekolah) dan laporan langsung dari daerah bencana. Tidak seperi biasanya, berita-berita di TV sekarang berpusat pada topic-topik berita yang mengusik hati nurani, rasa berbela rasa atau mambangkitkan iktikad baik.

Saat ini, ditempat-tempat penampungan para pengungsi baru memperoleh bekal untuk untuk menutup situasi darurat saja. Jumlah ddan jenisnya tidak seragam tergantung kondisi transportasi didaerahnya.

Yang kini dirasakn mulai kurang adalah kebutuhan sehari-hari seperti pakaian dalam, sikat gigi, selain tentu makanan dan air minum.

Dijepang utara saat ini cuacanya dingin sekali. Bahkan dalam dua hari kedepan ini akan turun salju. Padahal jumlah selimut hanya sedikit dan tidak ada pemanas ruangan ditempat penampungan.

Karena transportasi dan komunikasi belum kembali normal, saya menahan diri untuk tidak mengirimkan paket secara pribadi kepada kerabat dan kawan-kawan didaerah bencana

Yang paling menghantui kami sekarang adalah kebocoran radiasi.

0 Response to "Yang Terungkap Di Surat Dari Jepang"

Post a Comment