Bab IV: Masa Pengasingan, Bani Israel dan Ilmu Sihir

Artikel sebelumnya................

Dalam bab sebelumnya penulis telah menyajikan kepada Anda eksodus Bani Israel. Kini kita akan melihat satu sisi kehidupan Bani Israel dalam pengasingan mereka. Setelah Bani Israel selamat dari kejarahan Firaun, muncullah sekelompok orang yang menentang Nabi Musa as dan Nabi Harun as. Kelompok ini dikenal keras kepala dan berlumuran dosa. Tingkah pola mereka yang congkak ini nampak ketika Nabi Musa as mengajak kaumnya untuk masuk ke Kana’an (Palestina sekarang) Jawaban dari kaumnya dapat Anda baca di surat ke-5 (al-Ma'idah) ayat ke-22. Intinya adalah Bani Israel ingin masuk ke Kana’an tanpa bersusah payah melawan musuh yang ada di tanah tersebut. Toh, menurut mereka selama ini Allah telah banyak membantu mereka dari kejaran Firaun, terutama terbelahnya laut Merah. Demikianlah pendapat mereka. Kalimat yang terlontarkan dari mereka sangat tidak layak. ”Pergilah Engkau dan Tuhanmu dan berperanglah kalian berdua. Sesungguhnya kami hanya duduk menanti saja.” Demikianlah jawaban dari Bani Israel. Secara fisik mereka telah merdeka. Tetapi secara jiwa mereka masih tetap budak yang hina. Mereka hanya menanti kemenangan tanpa perlawanan, dan bermimpi di siang bolong bahwa toh Tuhan akan pasti memberi mereka tanah itu seperti yang dijanjikan. Bila memang demikian, tentu Tuhan tidak perlu repot-repot menyuruh berperang. Inilah pikiran picik dan sekaligus memperlihatkan sifat mereka yang penakut, tidak memiliki harga diri dan semau gue. Akhirnya, Allah membiarkan mereka selama 40 tahun menjadi pengembara di padang pasir tanpa bisa
memasuki tanah Kana’an. 40 tahun ini merupakan makna bahwa Allah akan menghilangkan satu generasi yang berjiwa kecil tadi dan akan menggantikan generasi lain yang tangguh dan benar-benar tidak tersisa sedikit pun jiwa budak hina dahulu. Sebelum mereka berhasil masuk ke tanah kana’an, Nabi Musa as wafat terlebih dahulu. Namun, banyak kisah di dalam Al Qur’an yang mengkisahkan beberapa kejadian yang terdapat di dalam Al Qur'an. Kejadian ini terkait hingga hari ini. Dan yang populer adalah cerita penyembahan anak sapi. Penyembahan anak sapi ini terjadi ketika Nabi Musa as harus bertemu dengan Allah selama 40 hari. Selama itu pulalah terjadi penyelewengan di Bani Israel. Anak sapi yang terbuat dari emas bukanlah ide yang timbul begitu saja dari diri Samiri, sang tokoh pembuatnya. Seperti yang kita ketahui sebelumnya, Bani Israel telah lama tinggal di negeri Mesir, sebuah negeri yang penuh dengan dewa-dewa. Dan kontak budaya serta agama Mesir dengan Bani Israel telah terjalin lama. Dan dari sebagian Bani Israel inilah masih ada yang menyimpan budaya lokal Mesir, penyembahan terhadap dewa. Tokoh Samiri sendiri di angkat oleh Allah dalam Al Qur'an bukanlah hanya sekedar nama. Ia rupanya memiliki ilmu sihir, sebuah ilmu wajib dipelajari di Mesir, dan belum hilang pula kepercayaannya terhadap kekuatan dewa yang ia yakini, meski ia melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Firaun mati tenggelam dan bagaimana pula ular-ular, sebuah makhluk binatang yang menjadi simbol kekuatan di Mesir, milik para ahli sihir kalah oleh tongkat Nabi Musa as. Samiri rupanya masih menyimpan keyakinan pagan. Dalam masa selanjutnya, ribuan tahun hingga kini, ilmu sihir, ular dan simbol-simbol peradaban Mesir kuno ini masih digunakan oleh Yahudi dalam organisasi rahasianya (pembaca harap sabar untuk masuk pada artikel ini. Penulis akan menyajikannya kepada Anda. Untuk saat ini Anda harus tahu lebih dahulu sejarah panjang Bani Israel ini. Dan adalah bukan hal yang aneh jika Allah mengangkat kisah Nabi Musa as lebih banyak dari pada nabi-nabi yang lain karena ini terkait dengan zaman hari ini. Mengapa demikian, pastikan Anda mengikuti terus artikel ini). Samiri juga tahu kalau bukan hanya dirinya yang masih menyimpan keyakinan pagan Mesir ini. Ia dengan cerdik menggunakan kesempatan emas tanpa kehadiran Nabi Musa as. Adapun Nabi Harun as, Samiri tahu kalau beliau tidak 'sekeras karakternya' seperti Nabi Musa as. Kisah tentang ini dapat Anda baca lebih jauh di surat Thoha surat ke-20 (Thaha) ayat ke-85 hingga ke-98. Selanjutnya dari kisah Samiri ini adalah ia diusir oleh Nabi Musa as. Tidak dijelaskan selanjutnya bagaimana nasib Samiri. Tetapi yang menarik adalah timbul pertanyaan, apakah Samiri diusir diikuti pula oleh sebagian Bani Israel yang percaya pada apa yang Samiri bawa? Jika tidak, mengapa budaya bangsa India hari ini sama dengan cerita dalam Al Qur'an, penyembahan (anak) sapi. Perlu diselidiki lebih lanjut oleh para sejarawan kaitan yang begitu erat antara Mesir kuno dan India hari ini. Kita tahu kalau sungai Nil merupakan sungai suci bagi bangsa Mesir. Dan sungai Gangga di India pun demikian. Kita tahu kalau sapi adalah dewanya bangsa Mesir dan sapi pulalah binatang suci umat Hindu.  Kita tahu kalau ular kobra adalah simbol kekuatan bagi Firaun dan tukang sihir di Mesir dan ular kobra pulalah binatang yang begitu dekat dengan budaya India. Lihatlah Apopis, dewa ular bangsa Mesir ada persamaan dengan Dewa Siwa, perhatikan ular kobra yang ada di leher. Kita tahu kalau bangsa Mesir percaya dewa matahari Ra dan Hindu percaya pada dewa Surya. Selengkapnya lihat gambar berikut akan dewa-dewa bangsa Mesir kuno Apakah Samiri dan pengikutnya menyeberang ke India dan membentuk peradaban dan agama baru di sana? Biarkan ini menjadi pekerjaan rumah para sejarawan untuk membuktikannya. Kembali kepada kisah penyembahan sapi. Bangsa Mesir telah lama percaya akan penyembahan sapi dan Samiri menggunakan ilmu sihirnya untuk membuktikan bahwa budaya Mesir kunolah yang menolong mereka dari bencana Firaun. Ini dikatakan olehnya dalam Al Qur'an:
"Inilah Tuhanmu dan Tuhan Musa tetapi Musa telah lupa" (QS Thaha 20:88)
Perhatikan kalimat Samiri: Musa telah lupa. Samiri tahu kalau dulu Nabi Musa as pernah dibesarkan di lingkungan istana Mesir yang penuh dengan ukiran dewa-dewa. Dan Samiri tahu jika Nabi Musa as dulu pernah lama tinggal di Mesir dan hidup serta bergaul dengan budaya Mesir. Dan tentu Nabi Musa as tahu persis akan Apis, dewa sapi bangsa Mesir. Maka ia mengatakan kalau Nabi Musa as lupa. Lupa akan budaya dan dewa Mesir. Tetapi Samiri lupa jika Nabi Musa as bukanlah penyembah dewa! Penyembahan Bani Israel kepada anak sapi hasil ilmu sihir Samiri merupakan bukti bahwa Bani Israel percaya akan sihir begitu kuat. Mengapa dapat dikatakan demikian? Mereka dengan jelas-jelas melihat kekuatan Allah melalui terbelahnya laut Merah tetapi tidak percaya akan keberadaan Allah itu sendiri. Ini dapat Anda tinjau di surat Al Baqarah ayat ke-55. Dan ayat ini merupakan petunjuk bagi kita bahwa Bani Israel yang diteruskan hingga kini adalah pelopor aliran filsafat empirisme. Dan untuk menghapus keyakinan mereka pada kekuatan sapi ini, maka Allah membuat skenario akan terbunuhnya salah seorang Bani Israel. Dan untuk mengetahui siapa pembunuhnya tersebut mereka harus memotong seekor sapi! Tetapi oleh Bani Israel mereka mengajak debat, sebagai keengganan mereka untuk melakukannya. Keengganan ini ada dua. Pertama untuk menutupi pembunuh sesungguhnya dan yang kedua ada yang merasa 'kualat' memotong sapi yang dulu mereka percayai sebagai binatang suci. Kalaupun sapi itu dipotong, yang mereka tahu adalah dengan ritual ala bangsa Mesir kuno bukan dengan ritual baru ala syariah Nabi Musa as. Keengganan mereka ini dapat dibaca pula di surat Al Baqarah ayat ke-67 hinga ke-74. Ada satu hal dalam ayat tersebut di atas. Bani Israel tidak hanya pelopor aliran filsafat empirisme, tetapi juga aliran rasionalisme dengan mencoba berdebat dalam pemotongan sapi betina yang menurut mereka tidak masuk akal. Demikianlah kisah Bani Israel dalam pengasingan yang mempertontonkan sebagian dari mereka yang percaya akan sihir. Kedekatan Bani Israel dengan ilmu sihir ini akan kembali hadir di zaman kita saat ini. Ada terdapat istilah Kabbalah, sebuah aliran kuno bangsa Mesir yang dihidupkan kembali oleh Yahudi dan juga simbol-simbol bangsa Mesir kuno lainnya yang terkait dengan mistik dan sihir.


Bab V: Zaman Setelah Nabi Musa as

Nabi Musa as wafat sebelum beliau menginjakkan kakinya di tanah Kana'an. Adapun nasib Bani Israel sendiri dipimpim oleh Yusya' bin Nuh atau dalam Bible beliau disebut Joshua. Menurut para ahli tafsir, beliaulah yang menemani Nabi Musa as dalam surat al Kahfi ayat ke-60 dan 62. Di bawah kepemimpinan Yusya' bin Nuh ini, Bani Israel mulai menyusun serangan dalam satu pasukan generasi baru setelah empat puluh tahun lamanya mereka terlunta-lunta di padang pasir. Pada tahun 1190 sebelum Masehi, beliau berhasil menaklukkan musuh dan menduduki kota Jericho. Kemudian mereka menyerang kota Adi, sebelah Ramallah, dan berusaha menaklukan al Quds (yang ketika itu menjadi ibu kota bangsa Yabus). Namun, beliau gagal. Jumlah pasukan yang lebih kecil dari musuh membuat mereka terhalang untuk menguasai semua wilayah di Kana'an (Palestina). Yusha bin Nuh adalah seorang pahlawan yang gagah berani dan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad nama beliau disebut oleh Rasul sebagai berikut:
"Sesungguhnya matahari belum pernah ditahan bagi manusia kecuali untuk Yusya'di hari-hari pertempurannya merebut kota al Quds."


Sepeninggal Yusya', Yahudi dipimpin oleh sekelompok pemimpin yang dikenal dengan sebutan "Para Hakim", dan zaman mereka ini dikenal dengan nama "Zaman Para Hakim". Kondisi masyrakat Bani Israel ketika di Palestina kembali mengalami penyelewengan moral serta agama. Dan hal ini lebih akut dan sulit untuk diperbaiki. Sepuluh perintah Allah dari Nabi Musa as dalam Taurat banyak yang diselewengkan. Memang mereka menguasai tanah Palestina, tetapi kesatuan dan kekuatan mereka lemah akibat dari perbuatan mereka sendiri yang lebih mementingkan nafsu diri sendiri.Di saat itulah banyak kabilah-kabilah badui yang menyerang mereka. Dalam keadan terjepit, Allah melahirkan di tengah-tengah mereka Para Hakim. Dan kepemimpinan mereka ini tidak berdasarkan hak warisan keturunan. Mereka mendapatkan posisi ini setelah melewati serangkaian ujian berat. Dengan adanya ujian ini, lahirlah para pahlawan Bani Israel. Karena itu dalam satu waktu, bisa saja terdapat beberapa hakim yang maju bersama-sama memerangi musuh-musuh mereka. Dan pemerintahan para hakim ini berlangsung selama 150 tahun. Dari sekian para hakim, yang terkenal adalah:

 Bersambung Ke Gideon-Samson-Samuel-Deborah
Sumber : www. akhirzaman.info

0 Response to "Bab IV: Masa Pengasingan, Bani Israel dan Ilmu Sihir"

Post a Comment